Senin, 29 April 2013

Tari Remo



Tari Remo berasal dari Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Tarian ini berasal dari kecamatan Diwek Di desa Ceweng, tarian ini diciptakan oleh warga yang berprofesi sebagai pengamen tari di kala itu, memang banyak profesi tersebut di Jombang, tari remo pada awalnya merupakan tarian yang digunakan sebagai pembuka pertunjukan Ludruk. Namun, sekarang tarian ini sering ditarikan secara terpisah sebagai sambutan atas tamu kenegaraan, upacara - upacara kenegaraan, maupun dalam festival kesenian daerah.
Menurut sejarahnya, tari remo merupakan tari yang khusus dibawakan oleh penari laki – laki. Ini berkaitan dengan lakon yang dibawakan dalam tarian ini yang menampilkan kisah pangeran yang berjuang dalam sebuah medan pertempuran. Cakraningrat dan Sawunggaling adalah tokoh-tokoh bangsawan pejuang legendaris di Jawa Timur dijadikan orientasi perwujudan ide-ide (figur pejuang)tari Ngremo. Tari Ngremo sebagai wujud ekspresi nilai-nilai yang hidup lebih menampakkan sikap tegas, keras, cepat, sigap yang tetap dalam pengcmdalian merupakan ciri-ciri ungkap yang penting. Ciri sikap masyarakat Jawa Timur adalah lugas, spontan dalam bertutur kata, cepat dalam bertindak, mudah marah tetapi cepat juga redanya. Jawa Timur dalam sejarah lebih diwarnai oleh peristiwa heroik membentuk masyarakat dengan temperamen yang keras. Kondisi lingkungan itu terangkat keseluruhan dalam kesenian.  Sehingga sisi kemaskulinan penari sangat dibutuhkan dalam menampilkan tarian ini. Namun seiring dengan perkembangan zaman, kini tarian ini menjadi lebih sering ditarikan oleh perempuan yang disebut tari remo putri.

Ciri karakteristik yang lain ditampakkan pada pemakaian busana tarinya. Interpretasi tentang makna perjuangan menunjuk pada gambaran para pangeran pejuang karismatik setempat pada masa lampau. Busana dari penari Remo ada berbagai macam gaya, di antaranya: Gaya Sawunggaling, Surabayan, Malangan, dan Jombangan. Selain itu terdapat pula busana yang khas dipakai bagi Tari Remo gaya perempuan.
1.      Busana gaya Surabayan :


Terdiri atas ikat kepala merah, baju tanpa kancing yang berwarna hitam dengan gaya kerajaan pada abad ke-18, celana sebatas pertengahan betis yang dikait dengan jarum emas, sarung batik Pesisiran yang menjuntai hingga ke lutut, setagen yang diikat di pinggang, serta keris menyelip di belakang. Penari memakai dua selendang, yang mana satu dipakai di pinggang dan yang lain disematkan di bahu, dengan masing-masing tangan penari memegang masing-masing ujung selendang. Selain itu, terdapat pula gelang kaki berupa kumpulan lonceng yang dilingkarkan di pergelangan kaki.
2.      Busana Gaya Sawunggaling :



Pada dasarnya busana yang dipakai sama dengan gaya Surabayan, namun yang membedakan yakni penggunaan kaus putih berlengan panjang sebagai ganti dari baju hitam kerajaan.
3.      Busana Gaya Malangan


Busana gaya Malangan pada dasarnya juga sama dengan busana gaya Surabayan, namun yang membedakan yakni pada celananya yang panjang hingga menyentuh mata kaki serta tidak disemat dengan jarum.
4.      Busana Gaya Jombangan
Busana gaya Jombangan pada dasarnya sama dengan gaya Sawunggaling, namun perbedaannya adalah penari tidak menggunakan kaus tetapi menggunakan rompi.
5.      Busana Remo Putri

Remo Putri mempunyai busana yang berbeda dengan gaya remo yang asli. Penari memakai sanggul, memakai mekak hitam untuk menutup bagian dada, memakai rapak untuk menutup bagian pinggang sampai ke lutut, serta hanya menggunakan satu selendang saja yang disemat di bahu bahu.
Salah satu ciri khas yang paling utama dari Tari Remo adalah gerakan kaki yang rancak dan dinamis. Gerakan ini didukung dengan adanya lonceng-lonceng yang dipasang di pergelangan kaki. Lonceng ini berbunyi saat penari melangkah atau menghentak di panggung. Selain itu, gerakan selendang atau sampur, gerakan anggukan dan gelengan kepala, ekspresi wajah, dan kuda-kuda penari membuat tarian ini semakin menarik. Juga dari bentuk gerak dari tari Ngremo mempunyai pola-pola gerak yang menggunakan tenaga yang banyak bertumpu pada kaki dengan variasi pada gerak tangan. Sedangkan gerakan tubuh relatif sedikit dilakukan dan terbatas pada pola gerak-gerak tertentu seperti gerakan pada lambung. Gerakan-gerakan tangan cenderung cepat, tegas dan patah-patah, tetapi terkendali oleh sikap tubuh bagian dada yang tegap dan tenang. Pola gerak pada bagian kepala terlihat lebih dinamis karena pola yang digunakan adalah cepat dan patah-patah, pandangan atau sorot mata yang tajam. Dapat dicontohkan di sini adalah gerak iket dan sabetan. lket merupakan bentuk gerak penghubung yang menggunakan pola ruang menyempit dengan garis yang kontras, sedangkan sabetan merupakan pengembangan dari iket dilanjutkan gerakan kaki dengan penggunaan tekanan tenaga yang cepat dan berkesinambungan, dikombinasi dengan gerak kaki kanan terangkat dan bergetar. Dengan demikian bahwa tari Ngremo secara umum mempunyai pola gerak yang bertumpu pada kaki dengan variasi gerak tangan yang dinamis.
Musik yang mengiringi Tari Remo ini adalah gamelan, yang biasanya terdiri atas bonang barung/babok, bonang penerus, saron, gambang, gender, slentem siter, seruling, kethuk, kenong, kempul, dan gong. Adapun jenis irama yang sering dibawakan untuk mengiringi Tari Remo adalah Jula-Juli dan Tropongan, namun dapat pula berupa gending Walangkekek, Gedok Rancak, Krucilan atau gending-gending kreasi baru. Dalam pertunjukan Ludruk, penari biasanya menyelakan sebuah lagu di tengah-tengah tariannya.
Tata Rias dalam tari remo busana terlihat sangat menonjol penampakanya, karena tari Remo merupakan jenis tarian tradisional yang selalu mengindahkan perwujudan karakter khas sebagaimana dikehendaki oleh tema tarinya. tata rias dan tata busana tari remo terdapat dua bentuk perwujudan karakter, yaitu karakter Sawunggaling dan karakterCakraningrat. Kedua tokoh tersebut yang sudah melegenda di wilayah Surabaya khususnya dan Jawa Timur pada umumnya dipakai sebagai orientasi tema tari Ngremo. Dalam cerita - cerita Ludruk kedua tokoh ini seringkali hadir dalam pertunjukannya, utamanya periode setelah kemerdekaan sampai tahun 1980-an. Sebagai perwujudan tokoh, tata rias dan tata busana tersebut adalah sarana untuk mengidentifikasi diri, di mana penari mendapatkan garnbaran wujud untuk mengimajinasikan figur tokoh yang sedang diekspresikan. Selebihnya adalah untuk menunjukkan kejelasan garis-garis kontur wajah. Dengan demikian penonton akan lebih jelas melihat wajah penari dari jarak yang relatif jauh. Namun pada prinsipnya penggunaan bahan untuk meneiptakan kesan tokoh karakteristik tersebut sarna, hanya goresan untuk menimbulkan kesan yang membedakannya. Jadi wajah kedua tokoh tersebut dapat diarnati pada bentuk tata rias sebagaiberikut:
1.      Tata Rias Bentuk Sawunggalingan.
Tokoh Sawunggaling digambarkan relatif masih muda sehingga penampakan wajah kelihatan cerah dan bersih. Alis mblarak yaitu kecil dan tegas, mata tajam dan masih bersinar-sinar. Untuk mendapatkan kesannya, shadow warna coklat muda dioleskan di sudut mata sebagai bayangan. Garis mata menggunakan eye liner untuk menampakkan garis keeil yang tipis. Godeg kecil sejajar dengan mata telinga, wara hitam. Pemerah pipi merah muda dioleskan tipis di pipi bagian atas tidak terlalu melebar. Kumis coretan kecil (femet) dan bibir menggunakan lipstick wama merah muda.
2.      Tata Rias Bentuk Cakraningratan.
Yang membedakan kedua tokoh tersebut adalah tingkat usia dan tempat tokoh berasal. Sawunggaling dari Surabaya dan Cakraningrat dari Madura. Tokoh dari Madura ini digambarkan lebih keras. Penampakan wajahnya diwujudkan dengan goresan rias lebih tebal dan tajam. Alis Mangot (lebih tebal dari Sawunggaling), rose pipi lebih merah dan tebal, godheg rangkap sampai pada jenggot (jambang), kumis lebih tebal dan kadang menggunakan kumis palsu (terbuat dari rambut yang dibentuk menyerupai kumis). Bayangan mata menggunakan shadow gelap, menggunakan celak, dan lipstick lebih merah dan tebal. Visualisasi ini diusahakan untuk mendapatkan kesan karakter yang dewasa, matang, tegas, keras tetapi sedikit lebih tua.


2 komentar: